Suatu hari, dua orang sahabat menghampiri sebuah lapak untuk membeli buku dan majalah. Penjualnya ternyata melayani dengan buruk. Mukanya pun cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan seperti itu. Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan terhadap penjual itu. Lantas orang pertama bertanya kepada sahabatnya, “Hei kenapa kamu bersikap sopan kepada penjual yang menyebalkan itu?”
Sahabatnya menjawab “Lho, kenapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku bertindak? Kitalah sang penentu atas kehidupan kita, bukan orang lain.”
“Tapi dia melayani dengam buruk sekali”, bantah orang pertama.
“Ya itu masalah dia. Dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk, toh itu engga ada kaitannya dengan kita. Kalau sampai kita terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan mempengaruhi hidup kita. Padahal kitalah yang bertanggung jawab atas diri kita sendiri.”
Tadi ada temen gue yang bilang, dia merasa gaboleh jadi terlalu baik karena menurut penelitian, orang yang berlaku sangat baik bisa jadi orang yang paling tersakiti. Ya ga perlu penelitian sih sebenernya udah jelas banget. Trus sehabis dia bilang gitu, gue keinget sama cerita di atas, yang tentunya bukan bikinan gue sendiri hehe. Tindakan kita itu sering banget dipengaruhi sama orang lain. Kalo orang nyebelin, kita bales lebih nyebelin, padahal mungkin sebenernya kita itu terlahir sebagai orang yang selalu ramah dan baik sama orang lain. Tapi kenapa semua itu berubah cuma karena ada orang yang berlaku buruk sama kita? Kenapa kita ga berlaku baik aja sama semua orang tanpa perlu nunggu orang lain baik sama kita? Emang sih kemungkinan tersakitinya itu besar, tapi benefitnya ga kalah besar kok.
So, apalagi alasan untuk ga berbuat baik?
Setuju banget kita hrs punya sikap.. Sikap yang baik, gak susah lah yaaa… Salam Lavinka.. Lav indonesia korea…
Oma Lavinka? Lavinka kan belom jadi oma haha terimakasih loh sudah mampir huehehe